Duduk Perkara Korupsi Minyak Mentah Pertamina: Belasan Tersangka, Total Kerugian Rp 285 Triliun
Diterbitkan 25 Jul 2025, 15:51 WIB

Pemeriksaan kasus dugaan korupsi minyak mentah Pertamina. (Foto: Kejagung Story)
Smartrt.news, Jakarta— Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa empat orang saksi terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero), Subholding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023.
Pemeriksaan dilakukan oleh Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) pada Jumat, 25 Juli 2025.
“Keempat saksi diperiksa dalam perkara atas nama Tersangka HW dkk,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, dalam keterangan tertulis, dikutip dari Kejagung Story.
Dua Direksi Anak Usaha Pertamina Diperiksa
Dua dari empat saksi merupakan pejabat direksi di PT Pertamina International Shipping (PIS), anak usaha Pertamina yang bergerak di bidang logistik dan pengapalan.
Mereka adalah MR selaku Direktur Manajemen Risiko dan BP selaku Director of Crude and Petroleum Tanker. Selain itu, dua saksi lainnya adalah AS, Wakil Presiden Tonnage Management & Services, serta RJAH, anggota Pokja Harga EDM (Electric Discharge Machining).
Total 18 Tersangka, Termasuk Riza Chalid
Perkara korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang ini telah menyeret total 18 tersangka. Sebanyak tujuh tersangka pertama ditetapkan pada 24 Februari 2025, disusul dua tersangka baru pada 26 Februari 2025.
Terakhir, sembilan tersangka baru ditetapkan oleh penyidik JAM PIDSUS, salah satunya adalah Muhammad Riza Chalid (MRC), yang dikenal luas sebagai “mafia minyak” dalam berbagai pemberitaan.
Duduk Perkara Kasus Korupsi Pertamina
Berdasarkan keterangan resmi Kejaksaan, perkara ini bermula dari dugaan manipulasi tata kelola dalam pengadaan dan pengangkutan minyak mentah oleh Pertamina dan anak perusahaannya.
Dalam prosesnya, Pertamina terindikasi melakukan pembelian minyak yang tidak sesuai spesifikasi, menyewa kapal angkut dengan markup harga 13–15 persen tanpa dasar hukum, serta melakukan transaksi-transaksi yang berpotensi merugikan negara secara sistemik. Kerugian negara berpotensi mencapai Rp285 triliun, mencakup kerugian keuangan dan kerugian perekonomian negara.***
(Tim Smartrt.news/Kontributor Achmad/Kejagung Story)