DPR Desak Reformasi Tata Kelola Lahan Gambut, di Kukar 200 Hektera Terbakar

Kebakaran hutan dan lahan (kahutla) (foto : Diskominfo Kalsel)
Smartrt.news, JAKARTA – Kebakaran lahan gambut yang kembali meluas di sejumlah wilayah Indonesia memicu peringatan serius dari DPR RI. Bagi Anggota Komisi IV DPR, Daniel Johan, bencana ini bukan sekadar ulah pembakar ilegal, melainkan cermin dari lemahnya sistem tata kelola lahan nasional.
Dalam keterangannya, Daniel menekankan pentingnya pendekatan lintas sektor dan kolaboratif dalam menangani kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang belakangan merebak di Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur (Kaltim), dan Kalimantan Barat (Kalbar).
“Kebakaran lahan gambut adalah isu kompleks. Pemerintah harus memperkuat sinergi antarinstansi seperti Kementerian Pertanian, KLHK, hingga otoritas lokal, dengan pendekatan terpadu dan berkelanjutan,” ujarnya.
Kukar dan Kalbar Kembali Terbakar
Di Kutai Kartanegara, kebakaran telah menghanguskan lebih dari 200 hektare lahan gambut. Sementara Kalimantan Barat mencatat lonjakan drastis titik panas (hotspot) — 399 titik tersebar di berbagai kabupaten, termasuk Sanggau, Sintang, dan Mempawah.
Daniel menyambut baik intervensi pemerintah lewat helikopter water bombing, operasi modifikasi cuaca (OMC), dan tim darat terpadu. Namun, menurutnya, pendekatan reaktif semacam itu hanya menyentuh permukaan masalah.
“Penanganan di lapangan memang perlu, tapi lebih penting adalah pencegahan dini. Setiap hektare lahan yang bisa diselamatkan berarti penghematan besar—baik secara ekonomi maupun ekologis,” tegasnya.
Daniel juga mendesak pembaruan sistem perizinan lahan yang selama ini dinilai tumpang tindih dan membuka ruang penyalahgunaan, terutama oleh korporasi besar. Ia menegaskan bahwa teknologi seperti satelit dan sensor tidak cukup tanpa melibatkan masyarakat lokal dan komunitas adat.
“Mereka punya pengetahuan tradisional tentang cara menjaga gambut tetap basah dan aman. Jangan abaikan mereka, libatkan mereka sebagai mitra utama konservasi,” katanya.
Jangan Tunggu Api Membesar: Tangani dari Hulu ke Hilir
Daniel menegaskan, solusi karhutla tidak cukup hanya dengan penegakan hukum. Ia mendorong reformasi tata kelola lahan dari hulu ke hilir: mulai dari penataan izin, sistem monitoring, insentif untuk lahan lestari, hingga edukasi masyarakat.
“Penegakan hukum terhadap pelaku penting, terutama perusahaan yang terbukti lalai. Tapi jangan hanya berhenti di situ. Kita butuh sistem yang mencegah kebakaran sejak dini,” tambahnya.
Dengan puncak musim kemarau diperkirakan akan terjadi pada Agustus hingga September 2025, Daniel mendesak semua pihak—baik pusat maupun daerah—untuk bergerak cepat dan mengubah paradigma dari reaktif menjadi proaktif.
“Selama kebijakan kita masih berbasis tanggap darurat, karhutla akan terus jadi bencana tahunan. Saatnya beralih ke model pengelolaan lahan yang berkeadilan, berkelanjutan, dan berbasis masyarakat,” pungkasnya.