Di Balik Lumpur dan Sampah, Ada yang Tak Pernah Lelah Menjaga Kota

Smartrt.news, BALIKPAPAN – Di sebuah pagi yang belum sepenuhnya terang, beberapa pria berseragam biru dengan sepatu boot kuning mulai menunduk ke dalam parit di pinggir jalan. Tangan mereka cekatan mengais lumpur hitam pekat, gulma liar, dan kantong-kantong plastik yang tersangkut di antara batu dan akar. Air parit sesekali memercik ke celana mereka, tapi tak satu pun mengeluh. Ini sudah jadi rutinitas harian.

“Kalau dihitung, dua sampai tiga ton sampah bisa kami angkut tiap hari,” ujar Rahmad Sukiman, Kepala UPTD Drainase dan Bozem Kota Balikpapan, Sabtu (14/6/2025).

Para petugas yang sedang bekerja, wajahnya teduh meski ada rasa lelah yang tak bisa disembunyikan.

Yang mereka angkut bukan hanya sampah rumah tangga biasa. Bahkan pernah pada saat Iduladha, kata Rahmad, mereka menemukan jeroan sapi dan darah hewan kurban di saluran air sekitar Pompa Zurich. Bau menyengat. Parit tersumbat total.

“Kami sudah pasang pelampung saring sampah. Tapi kalau masyarakat masih buang sampah ke parit, percuma juga,” katanya pelan, seakan berbicara pada dirinya sendiri.

Pagi itu, seperti pagi-pagi sebelumnya, para petugas mengangkat endapan lumpur, botol plastik satu per satu. Tumpukannya menggunung di tepi jalan, menunggu truk pengangkut datang. Mereka tak punya alat berat, hanya sekop kecil dan pengait besi. Tapi itu tak menghalangi niat mereka menjaga drainase kota tetap mengalir.

Rahmad tahu betul, masalah utama bukan sekadar tumpukan lumpur atau daun kering. Masalah utamanya adalah kebiasaan. Lebih tepatnya, kebiasaan buruk: membuang sampah sembarangan.

“Tanpa sampah rumah tangga, pekerjaan kami akan jauh lebih ringan,” katanya.

Ia dan timnya berkeliling kota setiap hari, mengikuti jadwal pembersihan yang sudah ditentukan. Titik-titik rawan genangan, terutama dekat sekolah dan fasilitas umum, selalu jadi prioritas. Musim hujan membuat pekerjaan mereka semakin beratair naik, lumpur mengeras, dan sampah kian menumpuk.

Mereka tak bisa bekerja sendiri. Butuh dukungan dari banyak pihak. Dari warga, RT, hingga lurah. Karena bagi Rahmad, menjaga drainase bukan hanya soal pekerjaan teknis. Ini soal kesadaran, soal tanggung jawab bersama.

“Drainase yang bersih bukan cuma enak dipandang. Itu menyangkut kesehatan. Keselamatan. Masa depan kota kita,” ujarnya menatap parit yang masih setengah tergenang.

Di balik kerja kasar yang jarang terlihat ini, tersimpan harapan kecil. Harapan bahwa suatu hari, parit-parit itu bisa mengalir tanpa harus dihentikan oleh botol plastik atau bekas popok bayi. Harapan bahwa tangan-tangan yang kini mengais sampah, suatu saat hanya perlu mencabut rumput liar.

Dan pagi itu, seperti biasa, mereka kembali menunduk. Melawan bau, lumpur, dan lupa. Sebab pekerjaan mereka, meski tak selalu disyukuri, adalah penopang kehidupan kota yang bersih.***

Tinggalkan Komentar