Dari Petani jadi Juragan Warung Sembako, Nawir Sukses Koleksi Tiga Mobil Dua Motor

Nawir, juragan warung sembako di Jalan Mrtadinata, Balikpapan. (Smartrt.news)

SMARTRT.NEWS – Warung sembako tradisional milik Nawir di Jalan Martadinata menjadi salah satu warung yang menjamur di Kota Balikpapan.

Pertumbuhan warung sembako tradisional ini mulai tumbuh, setelah ritel modern seperti Indomaret, Alfamart, dan lainnya semakin subur bak jamur di musim penghujan.

Nawir menceritakan awal membuka warung sembako ini.

Mulanya, ia merantau di Kota Balikpapan tahun 2021 lalu. Saat itu ia membuka warung kecil di rumah kontrakannya wilayah Kampung Baru, Kecamatan Balikpapan Barat.

Bisnis warung tradisional ini diputuskan setelah mengalami kebangkrutan pada sektor pertanian, bahkan sempat menjual sawahnya di kampung halamannya Sulawesi Selatan.

“Buka warung sembako ini modalnya Rp 35 juta, itu dulu beda dengan sekarang yang harga sembako juga ikut mahal,” ucap Nawir, Rabu (29/1/2025).

Karena itu, ia menolak saat ditanya warung sembakonya dibangun dengan sistem kelompok atau bagus hasil. “Ada juga yang pakai sistem itu, tapi kalau saya rintis sendiri,” ujarnya.

Kini, warung sembako tradisionalnya tumbuh besar di atas lahan yang disewa. Dagangannya tersedia apa saja mulai dari kopi sachetan, teh, gula, sabun cuci, sabun mandi, makanan dan minuman anak-anak, serta kebutuhan lainnya.

Ada pesan mendalam yang disampaikan Nawir ihwal bagaimana membangun kesuksesan membuka warung kelontongannya ini. Walau ia tidak membuka isi lacinya, Nawir hanya menunjukkan hasil warung dengan memperlihatkan tiga mobil dan dua sepeda motornya yang diparkir dekat warungnya.

“Kuncinya Mas, itu yakin dan jujur. Baru hasil jualannya jangan dicampur adukan dengan hasil haram. Ibaratnya seperti sebaskom air jernih yang ditetaskan racun, meski hanya setetes tapi air itu sudah rusak,” ungkapnya.

Saking suksesnya, Nawir juga melanjutkan usaha warung di Kampung Baru yang kini dikelola keluarganya. Bahkan ia mau membeli tanah yang ada di atas warungnya, namun harga yang ditawarkan pemilik tanah dianggapnya terlalu mahal. Yakni, sekitar Rp 2 miliar.

“Kalau nggak Rp 2 miliar sudah saya beli, tapi saya pikir-pikir lagi,” tuturnya.

Reporter: Musafir B

Editor: Kopi Hitam