Coastal Road Bisa Memperparah Kota Balikpapan

Piatur Pangaribuan. (smartrt.news)

SMARTRT.NEWS, BALIKPAPAN– Penataan Kota Balikpapan hingga saat ini dinilai belum terintegrasi dengan seluruh stakeholder, baik dari pihak swasta, pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah. Akibatnya, berbagai permasalahan, termasuk banjir, terus terjadi tanpa solusi yang efektif.

Terbaru Pemerintah Kota Balikpapan bersama Pemprov Kaltim berencana membangun coastal road sepanjang 8 km yang menghubungkan Pelabuhan Semayang hingga Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan. Akademisi Universitas Balikpapan, Piatur Pangaribuan menyoroti renvana tersebut.

Dia menilai koordinasi dalam pembangunan kota adalah proyek coastal road yang direncanakan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan harus matang.

Menurutnya, proyek tersebut berkaitan dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian, sehingga memerlukan koordinasi yang matang agar tidak berdampak negatif, terutama terhadap masyarakat nelayan.

“Jika proyek ini benar-benar dilaksanakan, solusinya harus dipikirkan dengan matang, termasuk lokasi yang tepat agar tidak merugikan pihak-pihak yang terdampak,” ujarnya.

Ia juga menyoroti bahwa selama ini banyak proyek pembangunan di Balikpapan berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi yang baik. Hal ini terlihat dari beberapa keputusan yang dibuat Pemkot Balikpapan yang kemudian dikesampingkan oleh pemerintah pusat.

“Contohnya perizinan pembangunan Balikpapan Center (BC) dan Balikpapan Super Block (BSB), yang akhirnya dikeluarkan oleh pemerintah pusat meskipun sebelumnya ada ketidakjelasan mengenai statusnya,” tambahnya.

Piatur juga menilai bahwa keberadaan Ibu Kota Nusantara (IKN) harus diimbangi dengan pengembangan infrastruktur di Balikpapan agar tidak tertinggal. Namun, ia mengingatkan bahwa pembangunan tidak boleh mengabaikan kepentingan masyarakat.Selain itu, ia menyoroti masalah banjir yang hingga kini belum teratasi.

Menurutnya, jika proyek coastal road dilakukan tanpa kajian lingkungan yang memadai, dampaknya bisa semakin memperparah kondisi kota. Salah satu penyebab utama banjir di Balikpapan adalah mengecilnya saluran pembuangan air ke laut, seperti yang terjadi di kawasan Zurich.

“Jika masalah ini tidak segera diselesaikan, maka seberapa besar pun daya tampung air di hulu, jika saluran pembuangan tetap kecil, banjir akan terus terjadi,” jelasnya.

Dalam proses pembangunan, Piatur juga menyoroti kebiasaan pemerintah yang lebih sering melibatkan tenaga ahli dari luar daerah, seperti dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), atau Universitas Brawijaya.

Menurutnya, meskipun akademisi dari universitas tersebut memiliki kapasitas yang baik, mereka tidak memahami kondisi Balikpapan secara mendalam karena keterbatasan waktu penelitian yang singkat.

Ia menyarankan agar pemerintah lebih banyak melibatkan perguruan tinggi lokal, seperti Universitas Balikpapan (UNIBA), Universitas Mulia, Institut Teknologi Kalimantan (ITK), dan Politeknik Balikpapan.

“Dengan melibatkan akademisi lokal, kajian yang dilakukan bisa lebih berkelanjutan dan memiliki tanggung jawab moral yang lebih tinggi terhadap keberlanjutan pembangunan kota,” ungkapnya.

Menurutnya, keterlibatan perguruan tinggi lokal juga akan mendorong mereka untuk mengambil peran lebih besar dalam mendukung pengembangan Balikpapan, terutama dalam konteks integrasi dengan IKN

.”Jika kebijakan ini diterapkan, maka pembangunan akan lebih berorientasi pada kebutuhan masyarakat dan sekaligus mendorong kemajuan institusi pendidikan di daerah,” pungkasnya.