Cerita Lima Mahasiswa Gugat UU TNI di MK: Kami Takut Makin Sulit Cari Kerja
Diterbitkan 30 Mei 2025, 13:46 WIB

Lima mahasiswa menggugat UU TNI di MK.(Foto:smartrt.news/Humas MK)
Smartrt.news, JAKARTA– Lima mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Surakarta menggugat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) ke Mahkamah Konstitusi. Mereka khawatir, keberadaan prajurit aktif di ranah sipil akan mempersempit peluang kerja bagi warga sipil seperti mereka.
Nova Auliyanti Faiza berdiri di hadapan majelis hakim. Tangannya menggenggam kuat naskah permohonan yang mereka ajukan. Ia dan keempat kawannya bukan pejabat, bukan politisi, bukan pensiunan jenderal. Mereka mahasiswa—beberapa bahkan baru lulus—yang datang dari Universitas Muhammadiyah Surakarta, menantang sahnya sebuah undang-undang yang menurut mereka bisa menggerus hak hidup sebagai warga sipil.
Mereka menggugat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), aturan yang baru saja disahkan dan memberi ruang lebih luas bagi prajurit aktif untuk bekerja di ranah sipil.
“Kami takut. Kalau UU ini diberlakukan, kami makin sulit cari kerja. Padahal, sekarang saja lapangan kerja sudah sangat sedikit,” kata Nova di hadapan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam sidang pendahuluan perkara nomor 83/PUU-XXIII/2025, Selasa (27/5/2025), melansir laman resmi mkri.id.
Jabatan Sipil akan Diisi Militer
Nova tidak sendiri. Ada Mohammad Arijal Aqil, Shanteda Dhiandra, Bisma Halyla Syifa Pramuji, dan Berliana Anggita Putri. Berliana—yang telah menyelesaikan studinya sebagai sarjana hukum—menyampaikan hal serupa. Ia sudah merasakan pahitnya menjadi pencari kerja di tengah angka pengangguran yang tinggi. Kini, ia khawatir posisi-posisi sipil yang sesuai dengan keahlian warga biasa justru akan diisi oleh tentara aktif yang latar belakangnya sama sekali bukan di bidang itu.
“Jabatan yang sepantasnya untuk sipil justru akan diisi militer. Ini akan menyingkirkan kami yang sudah belajar di bidangnya,” ucap Berliana dengan nada kecewa.
Para pemohon juga menilai proses pembentukan UU TNI tidak memenuhi standar partisipasi publik yang layak. Mereka beranggapan undang-undang ini dibuat secara eksklusif, tanpa pelibatan masyarakat, serta tidak dapat dikualifikasikan sebagai undang-undang yang lahir dalam situasi darurat.
Menurut mereka, UU TNI bahkan tidak memenuhi syarat sebagai RUU carry over karena pembahasan sebelumnya belum pernah sampai tahap serius. Tidak ada Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang dikirimkan presiden ke DPR. Semua terburu-buru. Seolah negara membentuk hukum dalam gelap.
Minta UU TNI Tidak Sah
Dalam permohonannya, kelima anak muda ini meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan UU TNI tidak sah karena proses pembentukannya bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi.
Sidang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, bersama Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Arsul Sani. Dalam kesempatan itu, para hakim memberikan sejumlah nasihat terkait kelengkapan argumentasi permohonan.
Arsul menekankan pentingnya bukti keterlibatan aktif para pemohon dalam proses legislasi, serta kejelasan posisi kerugian konstitusional yang dialami.
“Kalau Anda bilang susah dapat naskah akademik, ya tuliskan. Pernah coba kirim email ke DPR? Pernah cari tapi tak ditemukan? Itu semua perlu dijelaskan,” ujar Arsul.
Saldi menambahkan bahwa dalil kehilangan peluang kerja termasuk dalam kategori kerugian yang potensial. Tapi untuk memperkuat argumen, para pemohon harus bisa menjelaskan kondisi faktual yang membuat kerugian itu nyaris pasti.
“Harus ada kondisi yang memastikan bahwa ini akan benar-benar terjadi dan merugikan Saudara sebagai Pemohon,” tegas Saldi.
Sebelum palu sidang diketuk, Saldi memberikan waktu 14 hari bagi para pemohon untuk memperbaiki berkas gugatan. Mereka harus kembali ke MK paling lambat pada 10 Juni 2025.
(Tim Smartrt.news/anang/sumber: mkri.go.id)