Cerita Duka di Tanah Suci: 53 Jemaah Indonesia Meninggal Dunia, Mayoritas Serangan Jantung

Smartrt.news, MAKKAH – Di tengah lautan putih kain ihram yang bergerak perlahan menuju Baitullah, suara takbir menggema. Namun di balik kebahagiaan menunaikan rukun Islam kelima, kisah duka mengiringi langkah sebagian jemaah Indonesia di Tanah Suci.
Hingga 23 Mei 2025, data Kementerian Kesehatan melalui Sistem Komputerisasi Haji Terpadu Bidang Kesehatan (Siskohatkes) mencatat, sebanyak 53 jemaah haji Indonesia wafat.
Dari jumlah itu, 19 orang meninggal dunia akibat serangan jantung — mayoritas karena penyakit jantung iskemik akut dan shock cardiogenic. Angka ini bukan sekadar statistik; ini adalah potret risiko nyata yang mengintai, terutama bagi jemaah lansia dan mereka yang memiliki komorbiditas.
Saat mengunjungi para jemaah di Sektor 7 Daerah Kerja Makkah, dr. Agus Sulistyawati, salah satu anggota Tim Visitasi Kesehatan, menyampaikan keprihatinannya. Ia melihat langsung bagaimana jemaah yang sudah lelah dan memiliki riwayat penyakit jantung tetap memaksakan diri menjalani ibadah sunah.
“Kami sangat prihatin dengan angka kematian yang terjadi. Belasan jemaah telah berpulang, dan sebagian besar disebabkan oleh penyakit jantung,” ungkap dr. Sulis.
Cuaca ekstrem, aktivitas fisik yang padat, dan semangat beribadah menjadi kombinasi yang berbahaya bila tidak diimbangi dengan kesiapan fisik. Terlebih, puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) yang akan dimulai 4 Juni nanti, menuntut kekuatan tubuh dan manajemen diri yang prima.
Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes, Liliek Marhaendro Susilo, turut menyampaikan imbauan penting kepada seluruh jemaah.
“Para jemaah, terutama yang lansia atau memiliki penyakit penyerta seperti jantung, hipertensi, dan diabetes, sebaiknya mengurangi ibadah sunah yang memerlukan tenaga ekstra,” tegas Liliek.
Ia menyarankan agar jemaah membatasi frekuensi umrah, menghindari jalan kaki jarak jauh ke Masjidil Haram atau Masjid Nabawi, serta menunda ziarah yang bisa menimbulkan kelelahan berlebih. Bukan karena nilai ibadahnya kurang, tapi karena menjaga keselamatan jiwa adalah bentuk ketaatan itu sendiri.
Imbauan Kemenkes Batasi Aktivitas Fisik
Kemenkes juga menganjurkan langkah-langkah sederhana namun vital. Pertama, hindari ibadah di siang hari yang terik. Kedua, gunakan alat pelindung diri seperti masker dan payung. Ketiga, konsumsi air putih atau zam-zam secara teratur hingga 2 liter per hari. Oralit sekali sehari juga disarankan untuk mencegah dehidrasi.
Bagi jemaah dengan komorbid dan yang rutin mengonsumsi obat, disiplin meminum obat menjadi kewajiban. “Periksa kesehatan minimal tiga kali seminggu ke petugas kesehatan,” tambah Liliek. Tak kalah penting, pendampingan dari ketua regu dan sesama jemaah sehat sangat dibutuhkan bagi mereka yang rentan.
Ibadah haji bukan sekadar ritual, tapi juga perjalanan menjaga diri. Tujuan akhirnya adalah meraih haji mabrur—dan itu hanya bisa dicapai jika tubuh dalam kondisi kuat dan sehat. Dalam gema takbir dan desir angin padang Arafah nanti, semoga tak ada lagi cerita duka yang menyelimuti perjalanan suci ini.
(Tim Smartrt.news/Johan/Sumber : Kemenkes)
BACA JUGA