Catatan Rizal Effendi: Surata dan Pringgondani

TIAP akhir pekan dan hari libur, ribuan warga Balikpapan serta wisatawan luar kota memadati Taman Pringgondani di Gunung Binjai, Teritip, Balikpapan Timur. Dr. Surata mulai merintis kawasan wisata sekaligus kebun penelitian agronomi ini sejak 2006, menjadikannya lebih dari sekadar taman biasa.” Dengan luas dua hektare, taman ini menjadi oase hijau yang menampilkan keanekaragaman hayati Kalimantan, termasuk pohon ulin, meranti, bengkirai, hingga durian dan cempedak.
Tak hanya menawarkan keindahan alam, Taman Pringgondani juga menjadi pusat ekonomi kreatif melalui Pasar Tumpah yang buka setiap Sabtu dan Minggu. Sekitar 150 pelaku UMKM menjajakan beragam kuliner, dari makanan khas Jawa hingga hidangan Bugis dan Banjar. Pengunjung yang ingin berbelanja harus menukar uang mereka dengan uang kayu, menciptakan pengalaman unik yang semakin menarik minat wisatawan.
Tiga Poin Catatan:
-
Destinasi Wisata Ramai Pengunjung
- Taman Pringgondani menarik 9.000 pengunjung per hari pada akhir pekan, dengan sekitar 1.000 kendaraan yang masuk ke area wisata.
- Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas’ud meresmikan taman ini menjelang HUT ke-127 Balikpapan tahun 2024.
-
Pasar Tumpah dan Nuansa Budaya Jawa
- Pasar ini melibatkan 150 UMKM lokal dengan sistem pembayaran unik menggunakan uang kayu.
- Petugas dan pedagang mengenakan busana lurik, blangkon, dan caping, menciptakan suasana khas Jawa yang kental.
-
Pengembangan dan Harapan ke Depan
- Rencana pengembangan meliputi fasilitas glamping dengan skema investasi bagi hasil serta program adopsi pohon untuk mendukung konservasi.
- Pengelola berharap Pemkot Balikpapan memperbaiki akses jalan dan menyediakan transportasi umum menuju lokasi.
Taman Pringgodani Bukan Sekadar Tempat Wisata
Taman Pringgondani bukan hanya sekadar tempat wisata, tapi juga ruang hijau yang menghidupkan perekonomian lokal dan melestarikan lingkungan. Dengan dukungan yang tepat, kawasan ini berpotensi menjadi ikon wisata unggulan di Balikpapan.
Bagaimana kisah dan keseruan di Taman Pringgodani? Berikut SmartRT.news persembahkan Catatan Rizal Effendi. Selamat menyimak.

Pak Maman dan istri beli jambu bol di Pasar Tumpah Pringgondani.
SAYA kaget tiap hari libur ribuan warga Balikpapan dan tamu luar singgah ke Taman Pringgondani. Itu bukan taman wisata religi dan pertapaan yang ada di kaki Gunung Lawu Blumbang Tawangmangu, Jateng, tetapi kawasan taman wisata dan kebun penelitian agronomi yang dibangun Dr Surata di Gunung Binjai, Teritip, Balikpapan Timur.
Dr Surata adalah mantan kepala sekolah dan lurah pada era saya jadi wali kota. Pelan-pelan dia membangun Taman Pringgondani di atas lahan seluas 2 hektare sejak 2006. Di sana dia tanami ratusan bahkan ribuan pohon berbagai jenis terutama pohon khas Kalimantan seperti ulin, meranti, bengkirai, dan gaharu. Selain itu ada pohon asam jawa dan asam kuranji, pohon durian, cempedak, dan lai. Banyak lagi jenis lainnya.
Ternyata usahanya itu berhasil. Taman itu tumbuh dan berkembang, apalagi tiap hari ibur Sabtu dan Minggu dia buka Pasar Tumpah yang memfasilitasi 150 UMKM di Teritip berjualan berbagai jenis makanan dan minuman di sela-sela pohon yang ditanam. Juga ada yang jual buah dan sayur-sayuran hasil tanaman petani setempat.
Ada 9 ribuan pengunjung datang sehari. Sekitar seribu kendaraan yang masuk ke sana. Itu menunjukkan warga kota dan tamu sudah tahu ada Taman Wisata Pringgondani yang menarik dan patut dikunjungi. Taman itu diresmikan Wali Kota Rahmad Mas’ud menjelang HUT ke-127 Kota Balikpapan tahun 2024 lalu.
Maklum Dr Surata berdarah Jawa, maka taman itu dia seting bernuansa Jawa. Semua petugas dan pelaku usaha di sana mengenakan baju lurik Jawa. Yang pria mengenakan blangkon dan yang wanita menggunakan topi caping.
UMKM Jajakan Makanan Khas Jawa
Surata juga membuka kios baju Jawa di sana. Yang menjaga dan mengusahakan adalah istrinya, Ibu Sumiyati. “Biar yang mau menggunakan busana Jawa tidak repot mencarinya,” kata lelaki kelahiran Ngawi, Jatim, 25 Mei 1964 ini.
Sebagian makanan yang dijajakan UMKM juga khas Jawa seperti pecel, lupis, getuk, mendoan, dan jamu. Tapi ada juga yang jualan makanan khas Bugis dan Banjar. Saya kaget ada yang jualan kapurung dan papeda. Termasuk soto banjar, yang menjadi makanan favorit saya. Uniknya sang penjual tetap menggunakan busana Jawa.
Sayur-sayurannya yang dijajakan juga khas. Di situ ada genjer, daun kelor, pakis dan kelakai. Ada yang tahu kelakai? Boleh dibilang sejenis pakis merah. Nama ilmiahnya Stenochlaena palustris. Konon berasal dari Kalteng. Saya suka. Kelakai bermanfaat untuk mencegah kekurangan darah (anemia), membuat menstruasi teratur, antidiare serta pereda demam. Juga meningkatkan produksi ASI bagi ibu yang lagi menyusui.
Uniknya belanja di Pasar Tumpah Pringgondani tidak bisa menggunakan uang kertas atau koin. Tapi ditukar dulu dengan uang kayu yang disediakan pengelola. Jika masih tersisa bisa ditukar kembali di loket.
Saya datang ke Taman Pringgondani bersama Ibu Sri Asril, pengusaha yang juga ketua perkumpulan Sahabat Kecil dan pengajian Miftahul Jannah. Ditemani Pak Andi Mappapuli, mantan ketua LPM Teritip. Pak Surata langsung yang menyambut bersama direktur pengelola taman itu, Mariana.
“Pak Rizal sudah lama tidak ke sini, pohon ulin yang ditanam Pak Rizal tetap tumbuh dan terus kami pelihara,” kata Pak Surata bersemangat menyambut saya.
Masuk ke Taman Pringgondani, pengunjung dikenai tarif masuk Rp6 ribu per orang. Jika wisatawan asing Rp10 ribu. “Itu untuk biaya kebersihan dan petugas,” kata Mariana.
Waktu saya jadi wali kota saya sempat meresmikan Pendopo Awa Mangkuruku di Taman Pringgondani sambil menanam pohon ulin di sana.
Pohon ulin (Eusideroxylon zwageri) adalah pohon endemik Kalimantan yang berumur ratusan tahun. Ada juga yang menyebutnya kayu besi karena daya tahannya sangat kuat untuk konstruksi bangunan. Tapi sudah hampir punah, karena itu ulin termasuk pohon yang dilindungi. Sayangnya pencurian kayu ulin tetap marak sampai saat ini.
DIJAMU MAKAN DURIAN
Pak Surata sempat menjamu saya dengan menyediakan buah manggis dan durian. Ada juga lai durian, hasil perkawinan pohon durian dan lai. Itu buah buruan saya. Sangat jarang. Lai buah khas Kalimantan. Nama latinnya menyinggung nama Kutai yaitu Durio kutejensis.
Sebelumnya saya makan pecel punten. Ada sayur bunga daun turi. Enak sekali. Daun turi (Sesbania grandiflora) bermanfaat untuk mengobati gangguan pencernaan. Masyarakat Yunani kabarnya juga menggunakan daun turi untuk hal yang sama. Air seduhan bunga turi juga bagus untuk mengatasi radang usus.
Andi Puli yang akrab kami panggil Pak Kumis sempat membelikan saya jambu bol atau jambu jamaika. Warnanya merah menyala. Di rumah saya buat rujak dengan cucu saya Defa. Wah, Defa bilang, luar biasa rasanya.
Bu Sri suka sekali ketika diajak ke pendopo Awa Mangkuruku Pringgondani. Di situ ada sejumlah anak-anak yang menampilkan beberapa tarian. Mereka anak-anak warga setempat yang dilatih Bu Diana dan Kumdatus dari Perkumpulan Dayak Meratus. Bu Sri sempat menyanyi beberapa lagu Jawa, yang memang menjadi hobinya. Anak-anak langsung ikut bergoyang. Ramai sekali. Apalagi sehabis nyanyi, Bu Sri ikut nyawer untuk anak-anak penari.
Menurut Mariana, pihaknya perlu mendapat dukungan Pemkot Balikpapan agar jalan masuk ke Taman Pringgondani bisa mulus. Selain itu Dinas Perhubungan bisa mendukung agar Taksi No 7 yang beroperasi di Balikpapan Timur bisa masuk sampai ke lokasi taman. Jadi mereka yang tidak punya kendaraan pribadi tetap bisa mengunjungi Taman Pringgondani.
Beberapa program menarik tengah dikembangkan di Taman Pringgondani. Di antaranya mereka lagi mengajak investor yang mau ikut membangun fasilitas glamping dengan sistem bagi hasil. “Investasi rumah glampingnya Rp100 juta per unit. Silakan yang berminat, kita kontrak selama 8 tahun,” kata Mariana.
Program Adopsi Pohon
Selain itu ada program adopsi pohon. Atau menjadi wali pohon selama 10 tahun. Caranya kita membayar iuran sebesar Rp85 ribu sebulan. Nanti pohonnya dipelihara oleh staf Taman Pringgondani. Sang wali mendapat sertifikat dan bisa memonitor pohonnya lewat online. “Dengan cara ini kita ikut menyumbang program penurunan emisi karbon yang sudah menjadi kesepakatan dunia termasuk Indonesia,” kata Surata.
Kaltim adalah provinsi pertama di Indonesia yang mendapat dana karbon dari Bank Dunia sebesar Rp130 miliar di tahun 2024. Itu berkat kesediaan Kaltim memelihara hutannya, tidak semuanya dibabat untuk kebutuhan kayu, perkebunan kelapa sawit dan penambangan batu bara. Secara keseluruhan total dana karbon yang akan diterima mencapai 110 juta US dolar.
Selama di Taman Pringgondani, saya banyak bertemu warga kota. Mereka mendaulat saya foto bersama. “Tetap kita panggil Pak Wali ya Pak?” kata mereka bersemangat. Ada seorang nenek yang titip salam kepada Bunda Arita. Saya bilang ibu lagi umrah.
Saya sempat bertemu Pak Maman bersama istri dan 2 anaknya. Itu pasangan Bugis-Banjar. Sempat membuka warung Sehati di Balikpapan Baru. Teman saya main gaple juga. Ternyata suka juga datang ke Taman Pringgondani. “Asyik ke tempat ini bersama keluarga. Murah dan menarik,” katanya penuh keceriaan. Lebaran nanti pasti orang berjubel ke sana. Cucu saya juga sudah order. Mudah-mudahan duriannya masih ada. Kalau tidak minimal rambai, buah terakhir musim buah.***
BACA JUGA