Angin Kencang Masih Jadi Tantangan, Waspada Kemarau Basah dan Rob
Diterbitkan 01 Jul 2025, 05:37 WIB

Pesisir Balikpapan (foto:smartrt.news/rama)
Smartrt.news, BALIKPAPAN – Kendati secara klimatologis Kota Balikpapan dan wilayah pesisir timur Kalimantan Timur telah memasuki musim kemarau sejak dasarian ketiga Juni 2025, kondisi di lapangan ternyata masih jauh dari gambaran kemarau kering yang identik dengan langit cerah dan udara panas. Justru yang terjadi, hujan lokal masih kerap turun dan angin bertiup cukup kencang di sejumlah kawasan.
Menurut Kepala BMKG Balikpapan, Kukuh Ribudiyanto, fenomena ini wajar terjadi karena saat ini Kalimantan Timur tengah memasuki masa transisi awal kemarau. Ia menyebut karakter kemarau di Balikpapan cenderung pendek dan dikenal sebagai “kemarau basah”. Artina musim kemarau dengan intensitas hujan ringan hingga sedang yang masih tetap terjadi, terutama di sore dan malam hari.
“Awal musim kemarau di Balikpapan itu mulai dasarian ketiga Juni. Tapi secara fenomena, kita masih melihat adanya hujan lokal. Ini transisi. Karakteristik kemarau kita berbeda dengan daerah lain, kemaraunya pendek dan tetap ada potensi hujan ringan, bahkan hingga Agustus–September,” jelas Kukuh.
Curah Hujan Tertinggi Terjadi di Wilayah Tengah Kaltim
BMKG mencatat bahwa curah hujan tertinggi saat ini justru terjadi di wilayah tengah Kalimantan Timur seperti Kutai Barat (Mahakam Hulu), Kutai Kartanegara bagian barat, dan Kutai Timur bagian barat. Wilayah-wilayah tersebut diperkirakan akan lebih lambat memasuki kemarau, bahkan bisa berlangsung hingga akhir Juli atau awal Agustus.
Sementara Balikpapan dan sekitarnya sudah mulai bergerak menuju pola kemarau, namun tetap dengan nuansa lembap dan kemungkinan hujan sesekali.
Angin Kencang dan Rob: Kombinasi Alam yang Perlu Diwaspadai
Fenomena lain yang dirasakan warga Balikpapan dalam beberapa hari terakhir adalah angin kencang yang cukup konsisten bertiup terutama di sore hari. Menurut Kukuh, hal ini sebagian besar dipengaruhi oleh aktivitas bibit siklon tropis di utara Sulawesi, mendekati wilayah Filipina.
“Angin ini bisa terjadi karena pengaruh bibit siklon tropis di utara Sulawesi. Tapi sebenarnya ini juga bagian dari pola angin musim kemarau yang memang biasa terjadi, khususnya dari arah Tenggara dan Timur,” katanya.
Kecepatan angin rata-rata berkisar antara 5 hingga 12 knot, dan meski belum mengganggu secara signifikan, BMKG meminta masyarakat tetap waspada, terutama bagi nelayan kecil dan pengguna kapal tradisional di pesisir.
Terkait ketinggian gelombang laut, BMKG menyatakan bahwa gelombang di perairan Balikpapan masih relatif aman, hanya mencapai maksimal 0,75 meter. Namun, di tengah Selat Makassar, ketinggian bisa mencapai 1,5 meter.
Kukuh juga mengklarifikasi kabar yang sempat beredar terkait ombak setinggi 2,9 meter di Balikpapan. Ia menegaskan bahwa itu bukan tinggi gelombang laut, melainkan kemungkinan mengacu pada ketinggian maksimum air pasang atau fenomena rob, terutama saat bulan purnama.
“Tinggi rob tertinggi memang sempat mencapai 2,9 meter. Itu biasanya terjadi saat bulan purnama dan posisi bulan berada di titik terdekat dengan bumi. Sekarang pun masih di atas 2 meter, terakhir kami ukur di kisaran 2,4–2,5 meter,” jelasnya.
Fenomena rob ini bisa berdampak pada kawasan pesisir rendah, seperti Pelabuhan Semayang, Kampung Baru Ulu, hingga Manggar. Warga diminta tetap memantau informasi resmi dari BMKG terkait potensi genangan akibat air pasang laut.
Penerbangan Masih Aman, tapi Awan Kumulonimbus Jadi Perhatian
Sementara itu, di sektor transportasi udara, BMKG memastikan bahwa penerbangan di Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) Sepinggan Balikpapan masih berlangsung normal dan aman. Meski ada angin kencang, kondisi ini belum berdampak signifikan terhadap aktivitas pesawat.
Namun Kukuh mengingatkan bahwa yang justru perlu diwaspadai adalah pembentukan awan Cumulonimbus, yang berpotensi menyebabkan turbulensi dan gangguan penerbangan saat hujan lokal turun.
“Kondisi penerbangan sejauh ini aman. Tapi kami rutin koordinasi dengan pilot soal potensi awan Cumulonimbus di area sekitar bandara. Itu yang biasanya lebih mengganggu,” ujarnya.
Tak Anggap Remeh Musim Kemarau
Kukuh menegaskan bahwa meski kemarau tahun ini cenderung basah, warga tetap harus waspada terhadap perubahan cuaca mendadak. Ia juga mengimbau agar masyarakat tidak melakukan pembakaran lahan atau sampah sembarangan, mengingat potensi kebakaran tetap ada saat cuaca kering.
“Kemarau memang tidak kering total, tapi tetap ada hari-hari tanpa hujan yang cukup panjang. Ini rawan kebakaran kalau masyarakat abai. Apalagi Balikpapan punya banyak area semak dan hutan kota yang sensitif terhadap api,” tutupnya.***
(Tim Smartrt.news/anang/sumber: BMKG Balikpapan)