Andi Harun: Permasalahan PDAM dan Praktik Korupsi #BWF 9

Wali Kota Samarinda Dr. Andi Harun dan CEO BWF Dr. Agung Sakti Pribadi. (BWF)

SMARTRT.NEWS – Tulisan ini dikutip dari dokumen Balikpapan Water Forum (BWF), bertajuk, Kelangkaan Air Bersih di Kota Balikpapan: Isu Strategis dan Solusi Menuju Kota Berkelanjutan. Terutama fokus pada keterangan Andi Harun.

Dokumen ini hasil dari Forum Group Discussion yang dihelat  BWF bekerja sama dengan Universitas Mulia. Agenda itu dihelat di Ballroom Cheng Ho, Rabu 31 Juli 2024.

Para ahli di kota ini akhirnya melakukan terobosan dengan menggelar Balikpapan Water Forum atau BWF 2024 pada penghung Juli lalu. Agenda ini terinspirasi dari World Water Forum ke-10 di Bali.

Dihadiri Para Ahli dan Tokoh

Ada banyak narasumber terkemuka yang hadir dalam FGD tersebut. Yakni, Kepala Balikpapan Water Forum Dr. Agung Sakti Pribadi, S.H., M.H, Wali Kota Balipapan Rahmad Mas’ud, Wali Kota Balikpapan periode 2011-2021 Rizal Effendi.

Termasuk narasumber ahli, yang terdiri dari: Dr. Firdaus Ali Pendiri dan pimpinan IWI (Indonesia Water Institut) Indonesia, yang diwakili Dwi Lintang Lestari, lalu Dr. Fitriansyah Kepala BRIDA (Badan Riset dan Inovasi Daerah) Kaltim.

Hadir pula Dr. H. Andi Harun Wali Kota Samarinda, kemudian Yosiandi Radi Wicaksono Kepala Balai Wilayah Sungai IV Samarinda, yang diwakili Kepala Seksi Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur SDA BWS Kalimantan IV Samarinda Gus Agung Guntoro.

Serta Ir. Eko Wahyudi, M.Tech, Tenaga Ahli Perairan dan Sekretaris Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Cabang Kalimantan Timur, dan Yusuf Wibisono, M.T.I., Wakil Rektor Bidang Sumberdaya.

Wali Kota Samarinda Andi Harun, menjelaskan persoalan di banyak daerah yang PDAM-nya merugi. Ia mengaku penasaran saat awal menjabat di Samarinda.

“Waktu saya baru dilantik, saya sangat kaget karena PDAM Samarinda itu close, tidak bisa melakukan penyambungan. Saya bertanya pada Pak Wahid – Nor Wahid Hasyim, Direktur Utama Perumda Tirta Kencana Samarinda, tentang apa masalahnya?”

Jawabannya defisit produksi air bersih.  Lalu, mengapa tidak ada investasi?  Sebab investasi dinilai tidak terlalu menguntungkan, artinya kekurangan dana.

Andi Harun kemudian memberi contoh sederhana, pedagang sayur di Pasar Segiri yang mengambil sayurnya di daerah Pampang atau Lempake, mereka menggunakan modal.

Ambil sayur dan bawa ke Segiri saja masih bisa untung. Ini air yang didapatkan tanpa membeli, hanya modal chemical dan listrik. Pelanggannya juga tetap, jadi tidak logis jika PDAM merugi.

Andi Harun kemudian memberi ultimatum. “Tiga bulan harus untung, kalau tidak, saya pecat! Ya, memang harus kita tantang,” tegasnya.

Analisis Penyebab Kerugian dan Solusi

Andi Haru kemudian melakukan pemeriksaan. Mencari tahu, apa yang membuat cost operasional PDAM menjadi besar? Ternyata, anggaran gaji karyawan.

Ia lalu memeriksa lebih dalam lagi, mengapa gaji karyawan dan operasionalnya bisa membengkak? Ternyata, selama ini PDAM hanya menjadi alat politik kepala daerah dan DPRD.

“Kepala daerahnya maling atau mentalnya korupsi. Sebagian orang, dalam kesalehan, salat lima waktu. Tapi ada kesan seolah-olah dosa itu hanya zina atau mencuri, tapi korupsi seolah bukan dosa.  Padahal, dosa korupsi itu luar biasa, karena memasukkan uang yang bukan haknya ke dalam perut. Di sinilah letak pentingnya keteladanan,” tegas Andi Harun.

Ia mengingatkan, bagaimanapun PDAM dituntut untuk bagus. Jika kepala daerahnya tidak memberi contoh, maka tidak akan pernah menjadi institusi pelayanan publik, apalagi institusi bisnis yang handal.

Akhirnya, ia membuat Perwali moratorium penerimaan pegawai.

“Mulai Walikota dan keluarganya hingga lembaga-lembaga politik, PDAM tidak boleh diintervensi. Penentuan promosinya harus benar-benar memakai sistem merit. Kemudian, saya periksa lagi pengadaan barangnya. Ternyata selama ini, penggunaan chemicalnya berlebihan, karena pendekatannya proyek,” ungkap Andi Harun.

Ia mencontohkan, untuk IPAL A hanya butuh 2 kilo, tetapi perencanaan pembelian chemicalnya 4 kilo. Bulan berikutnya, beli lagi 4 kilo, berarti sudah melakukan inefisiensi 4 kilo.

“Praktiknya mudah. Jika kepala daerah mau menangkap pemain-pemain di PDAM, sangat mudah. Saya tidak butuh waktu satu jam. Asal pimpinannya konsisten, seia antara apa yang dikatakan dan apa yang dikerjakan,” tegas Andi Harun.

Kritik terhadap Seminar dan Ketidakkonsistenan Kebijakan

Selain soal permainan kotor di PDAM, ia juga mengingatkan terkait seminar dan workshop.

“Sama dengan kita. Kita tidak kekurangan seminar dan workshop seperti ini, tetapi tidak pernah ada yang bisa menyelesaikan masalah. Mungkin, termasuk seminar hari ini. Maaf jika harus saya katakan.  Jika ada yang tidak setuju, silakan, tapi saya harus menyampaikan ini.  Berapa puluh seminar yang sudah diadakan?” tanyanya.

Ia menegaskan jika dibuka semua data dari kementerian, sudah sangat banyak. Salah satu yang tidak konsisten adalah kebijakan dari atas.

Di Samarinda ada Waduk Lempake, sebenarnya, waduk ini kalau di-treatment, bisa selesai dalam satu tahun. Tapi, mengapa Kementerian terkesan mencicil dengan anggaran 30 miliar per tahun?

“Ini hanya kesan, supaya proyek dari BWS tidak hilang di Waduk Lempake. Saya berani bertanggung jawab akan kesan ini. Ini masalah Waduk Lempake, dan mungkin juga di waduk lain. Mengapa tidak diselesaikan dengan anggaran Rp 100 miliar dalam setahun?” bebernya.

Andi Harun melanjutkan, teman-temannya banyak engineer, pasti tahu bahwa jika anggaran yang seharusnya Rp 500 miliar hanya dialokasikan 30 miliar, maka anggaran itu akan habis sebelum satu tahun dan sedimentasi akan kembali.

“Itu kan pemborosan. Ini sekaligus saya beritahu. Apa yang disampaikan Pak Eko itu benar, tetapi Pak Eko tidak bercerita tentang keparahan DAS. Ini kan sudah jelas.  Confirm apa yang disampaikan oleh Pak Eko. Beliau adalah teman diskusi saya,” ujarnya.

Tapi, jika keparahan DAS menjadi faktor pengurang, berapa indeks biaya yang dibutuhkan untuk recovery DAS agar memenuhi kapasitas normal atas DAS tersebut, termasuk sungai?

Kualitas Air dan Tantangan Ke Depan

Mahakam, ketika kita uji di laboratorium Korea, airnya berada di level empat dari empat level.

Baru-baru ini, bulan Mei 2024, ada forum internasional di Singapura, Andi Harun mengaku ikut hadir. Ada penelitian dari UNICEF bahwa 70% air yang berasal dari sungai di Indonesia tercemar limbah tinja.

Jadi, jika dibanding dengan Singapura atau Korea, Indonesia berada di level terakhir. Karena itu, air disebut air bersih, bukan air minum, karena tidak bisa langsung diminum.

Ia kembali menyoroti soal chemical. Kenapa bisa terjadi ketidakberesan?

Kata Andi Harun, jika di root-nya tidak ada intervensi, penentuan root-nya tidak ada intervensi dari kepala daerah, satu langkah sudah aman. Karena, setiap perilaku KKN akan diikuti perilaku KKN berikutnya.

“Misalnya, jika Pak Wahid di root PDAM, secara sadar saya tempatkan di sana untuk tujuan tertentu, bukan untuk kepentingan pelayanan publik, maka saya akan memberikan beban pada Pak Wahid. Nanti, masalah chemical, ini yang akan mengerjakan,” ujar Andi Harun memberi ilustrasi.

Ia pun mengungkap, pihak DPRD atau aparat penegak hukum bisa dengan mudah menangkap modus seperti ini. Sebab model yang digunakan tidak mendapatkan uang secara langsung di PDAM, tapi mereka mendapatkannya dari distributor dalam bentuk diskon.

“Bohong semua pengelola PDAM jika tidak menggunakan model ini.  Jadi, problem pertama yang harus kita hadapi konsistensi. Jika tidak ada itu, sehebat apapun program yang kita buat, tidak akan berhasil,” tegasnya.

Sekarang, apa yang terjadi dalam dua tahun lebih, bahkan tidak sampai dua tahun, PDAM Samarinda sudah untung Rp 115 miliar.

Studi Kasus dan Solusi Jangka Pendek

Andi Harun juga memaparkan soal problem di PT. Dafindo, selama 17 tahun tidak selesai. Sejak tahun 2007. Tiga walikota dengan PJ, tapi baru kemarin selesai.

“Saya panggil BPD dan Dafindo, jika tidak ada kejelasan, saya akan maju ke meja hukum. Akhirnya selesai, dan PDAM karena untung, saya minta mengambil alih dan takeover kreditnya,” ujarnya.

Ia mengapresiasi apa konsep yang ditawarkan Rizal Effendi. Tetapi, investasinya sangat besar.

Lambakan, itu tahun 2005 perencanaannya sekitar Rp 700 miliar. Kalau sekarang, itu lebih dari Rp 1 triliun.

“Pertanyaan berikutnya adalah, dari mana dana itu diperoleh? Apakah dari APBN? Saya ragu,” ujar Andi.

Andi Harun mengingatkan bahwa situasi tantangan ekonomi global saat ini mengharuskan masyarakat memiliki pemimpin yang care, peduli, dan berpihak pada rakyat karena tantangan masa depan sangat krusial.

Saat ini Kaltim beruntung karena ada IKN. Rata-rata pertumbuhan ekonomi di angka 5,3 ke bawah.  Jika melihat kajian ekonomi Bank Indonesia per triwulan, maka yang mengalami peningkatan sektor ekonomi adalah di sektor konstruksi.

“Ini yang harus kepala daerah baca setiap hari agar policy making-nya menjadi up to date. Ini semua kembali ke PDAM,” pesannya.

Studi Kasus dan Saran untuk Balikpapan

Andi Harun memberi saran Balikpapan, jika ingin merujuk pada daerah yang paling cocok untuk studi tiru, yaitu Batam.  Ia menilai Batam daerah yang banyak laut, dan satu-satunya sumber air bakunya adalah dari dam. Yaitu, panen air hujan. Ada enam atau delapan dam di Batam.

Batam memiliki total kapasitas 5.052 LPD dengan total produksi sekitar 3.000 lebih, berarti mereka surplus air.  Berbeda dengan Balikpapan. Kota ini punya Teritip, Manggar, dan Sungai Selok, yang seharusnya kapasitas totalnya lebih besar dari Batam.

“Lalu, mengapa tidak sampai segitu? Problemnya, kita hanya selalu membicarakan di hulu, berapa kapasitas produksi. Kita tidak pernah memeriksa bagaimana bendungan Teritip, apakah kita restorasi setiap tahun?  Apakah kita maintenance setiap tahun?” tanya Andi Harun.

Ia juga menanyakan apakah pernah memeriksa berapa sedimentasi di Teritip dan Manggar.  Setelah tahu, apakah APBD Balikpapan masuk setiap tahun untuk mengangkat sedimentasinya?

“Jika tidak, maka semua hanya basa-basi,” tegasnya.

Balikpapan Harus Hati-hati

Andi mengaku mempelajari Waduk Manggar. Balikpapan pernah beberapa kali mengalami krisis karena kapasitas tampungan Waduk Manggar berkurang akibat curah hujan tinggi.  Ada rainfall rata-rata 3.800 per tahun. Tetapi, akibat perubahan iklim, kecenderungan sedunia adalah curah hujan turun setiap tahun. Mungkin tahun ini ada anomali, tetapi secara global rainfall turun setiap tahun.

Ia juga menyinggung soal penggunaan air tanah. ITB dan PBB sudah membuka data bahwa setiap tahun, permukaan tanah kita turun 0-2, bahkan ada yang mengatakan 4 cm.  Adapun gelombang pasang air laut setiap tahun mengalami peningkatan.

“Bapak-bapak coba jalan-jalan ke Jakarta Utara, yang dulu retaining wall dari laut sekitar 4 meter, sekarang tinggal 30 cm. Balikpapan harus berhati-hati di masa depan karena dekat dengan laut.  Pengendalian banjir di Balikpapan biasanya menggunakan sistem kanal, karena land property sudah terdesak. Luas area terbangun sudah lebih banyak dari lahan bebas,” ingat Andi Harun.

Ia melanjutkan, penyakit kedua setelah tidak konsisten, adalah sering menghabiskan banyak waktu untuk membahas hal teknis.

Bendungan Lambakan, contohnya, sudah 24 tahun. Selama ini pihak terkait lebih sering reaktif daripada kreatif. Kalau Balikpapan tiba-tiba masyarakatnya teriak karena air kurang, baru kepala daerahnya kelabakan. Ini terjadi se-Indonesia.

Padahal, ada proyek Lambakan sudah ada 24 tahun lalu. Sehingga, tema keberlanjutan itu penting.

“Saya sering bilang di Samarinda, saya adalah walikota yang melanjutkan saja. Yang biasa terjadi adalah political behavior atau kultur politik, seolah-olah kepala daerah sebelumnya harus mengganti semua programnya.”

Sehingga, tema keberlanjutan tidak berlaku. Faktor kepemimpinan dan budaya politik sangat penting untuk memayungi program-program teknis, termasuk air.

Data dan Analisis Kebutuhan Air Balikpapan

Soal kebutuhan air di Balikpapan, lanjut Andi Harun, ia meminta untuk mengamati proyeksi pertumbuhan penduduk dan kebutuhan air di Balikpapan. Ketersediaan air baku di tahun 2023 adalah 1.550 liter per detik, dan proyeksi kebutuhan air bakunya sekitar 2.350 liter per detik. Ini memang serius.

Di Samarinda, tinggal 23% yang belum terlayani air bersih. Di Balikpapan, fail-nya lebih dari 50%. Ada data mengatakan 114 ribu, berarti masih ada lebih 500-an yang belum terlayani.

“Ini sangat serius.  Harus ada pikiran jangka pendek dari pemerintah, tapi proyek-proyek strategis jangka panjang tak boleh ditinggal.  Ini mungkin rekomendasi forum kita kepada Pak Wali dan DPRD Balikpapan. Tapi, saya datang menawarkan solusi jangka pendek dan menengah,” ujarnya.

Jika bicara soal air tanah, ini akan berat. Kecuali air tanah dengan sistem konservasi seperti panen air hujan.  Problemnya saat menyedot air, tetapi tidak mengonservasi. Sama seperti di darat, menggunakan kayunya, tetapi tidak menanam kembali. Kira-kira seperti itu.

Ia kemudian meminta untuk memeriksa semua hotel di Balikpapan, termasuk Samarinda. Katanya, setengah airnya memakai PDAM, setengahnya lagi menyedot air bawah tanah.

“Siapa yang pernah memikirkan itu?  Saya gampang memikirkannya. Periksa saja bill-nya. Mengapa hotel ini billnya sama dengan sekolahan atau kantor pemerintahan? Padahal tamunya tiap hari. Kan gampang OTT-nya.  Pertanyaannya, apakah si hotel membayar pajak air tanah? Jika tidak, berarti mereka juga maling,” tegas Andi Harun.