Air Bersih di Balikpapan Terdistribusi, Ancaman Krisis Air Masih Mengintai

Petugas melalukan pemasangan alat magnetik flow meter di depan Kantor Dinas Perdagangan Balikpapan. (Smartrt.news)

SMARTRT.NEWS – Dewan Pengawas Perumda Tirta Manuntung Balikpapan aka PDAM, Adhi Supriadi mengklaim saat ini ada 116 ribu pelanggan PDAM yang sudah terlayani distribusi air bersih.

Pemenuhan layanan air bersih karena debit air waduk dalam kondisi tersedia 100 persen. Yang terbantu derasnya hujan yang terus mengguyur kota ini. Sejauh ini PDAM Balikpapan punya dua waduk, yakni Waduk Manggar dan Teritip.

“Alhamdulillah saat ini terlayani semua,” papar Adhi, Kamis (30/1/2025).

Selain kondisi waduk, sambung Adhi, lancarnya distribusi air bersih ke pelanggan juga karena adanya rehabilitasi pipa secara ringan.

“Nah fokus kita ke depan ada beberapa program yang sedang diupayakan menutupi distribusi air bersih ke seluruh penduduk Kota Balikpapan,” ujarnya.

Adapun program yang diupayakan Pemerintah Balikpapan dan PDAM, yakni:

1. Sistem Penyediaan Air Minum di Waduk Embung Aji  Raden yang memiliki kapasitas 150 liter per detik.

2. SPAM di Bendungan Sepaku Semoi yang memiliki kapasitas 300 liter per detik.

3. Pemanfaatan sambungan air baku di Sungai Mahakam.

4. Pemanfaatan sambungan air baku dari sumur milik PT Kaltim Karingau Terminal (KKT).

5. Desalinasi air laut.

6. Sumur dalam di Kota Balikpapan.

Dari keenam itu, pemanfaatan sambungan air baku dari sumur milik PT KKT sudah diputuskan batal oleh DPRD Balikpapan. Musababnya, kapasitas debit air yang dimiliki tak sesuai kebutuhan ril. Begitu juga rencana desalinasi air laut yang dianggap pembiayaannya lebih mahal.

Terkait Bendungan Sepaku Semoi di Ibu Kota Nusantara, Pemerintah Balikpapan akan mendapat suplai air 1.000 liter per detik dari kapasitas yang ada.

Adhi mengatakan, pemanfaatan sambungan air baku dari Bendungan Sepaku Semoi, saat ini dalam proses analisa kelayakan. Program ini berkerjasama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang dan Pemerintah Provinsi Kaltim.

“Semuanya dalam proses, karena untuk penyediaan air baku ini memang bukan domain sepenuhnya dari PDAM atau pemerintah kota,” jelas Adhi.

Tapi, lanjutnya, semua ini melibatkan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi, dimana posisi Kota Balikpapan tidak ada air baku dan hanya mengadakan waduk dari tadah hujan.

Karena itu, jumlah 116.000 pelanggan di Kota Balikpapan hanya didistribusikan dengan delapan Instalasi Pengolahan Air dari Waduk Manggar dan Teritip.

“Waduk Manggar itu memiliki kapasitas 1.100 liter per detik, Waduk Teritip itu 200 liter per detik, dan sisanya sumur-sumur dalam,” katanya.

PDAM Balikpapan punya sumur dalam dari empat Instalasi Pengelolaan Air. Yakni IPA Gunung Sari, IPA Zamp, IPA Prapatan, dan IPA Kampung Baru. Ia mengaku adanya sumur dalam dari empat instalasi itu, sudah cukup melayani distribusi air bersih.

“Saat ini kalau dengan jumlah 116 ribu pelanggan, Alhamdulillah sudah bisa terlayani semua,” terangnya.

Namun, diakuinya, kalau untuk mengcover seluruh masyarakat masih belum terpenuhi, termasuk warga non KTP Balikpapan.

Ia bilang, Balikpapan adalah kota transit. Jika mengacu jumlah KTP hanya sekitar 730 ribu jiwa, tapi kota ini juga didatangi penduduk luar dari adanya faktor IKN, orang transit, dan orang non KTP Balikpapan.

“Sehingga estimasi kita ada di 900 ribu jiwa. Dengan jumlah penduduk sebesar itu memang kita masih kekurangan air baku,” ungkapnya.

Di sisi lain, ia menyampaikan bahwa tidak ada tambahan sumur dalam. Hal ini dikarenakan izin pembuatan sumur dalam kebijakannya diambil Pemerintah Pusat.

“Sumur dalam ini memang ada regulasi, karena kewenangannya ditarik ke Kementerian ESDM, itu harus ada perizinan,” jelasnya. Adapun untuk daerah yang memiliki air permukaan memang tidak diberikan izin pengeboran sumur air dalam.

Soal desalinasi air laut menjadi air tawar, ia menjelaskan sudah beberapa kali melakukan kajian, studi, ekspose dengan mengundang beberapa pihak, termasuk kunjungan ke wilayah yang menerapkan sistem desalinasi air.  Namun dari hasil tersebut ditemukan fakta pembiayaan besar dari program itu. Mulai investasi, maintenance, dan tarif buat pelanggan.

Sebagai perbandingan, jelas Adhi, misalnya Kepulauan Seribu di Jakarta. Di sana memiliki air bersih yang berasal dari desalinasi air laut. Nah tarif yang dibebankan kepada masyarakat sebesar Rp 33 ribu per kubik.

“Itu kan biaya tarif yang sangat besar, setelah kita hitung sangat tidak mungkin untuk kita jual di Balikpapan,” jelasnya. Meski demikian, ia menolak progam desalinasi air laut ini dibatalkan.

“Bukan batal, tapi kita masih mencari terus teknologi-teknologi yang efesien atau murah,” tuturnya.

Ia buru-buru menegaskan, karena kalau menggunakan teknologi desalinasi yang ada ini masih terlalu mahal. Kalau kelak pihaknya menemukan teknologi yang jauh lebih murah, pasti opsi desalinasi tetap akan dilakukan.

“Jadi desalinasi ini bukan kita tutup, tapi kita mencari teknologi yang jauh lebih murah dari sisi investasi dan perawatannya,” papar Adhi.

Reporter: Musafir B

Editor: Kopi Hitam