Aidawati dan 40 Tahun Setia Mengabdi Tanpa Pamrih: Kisah Kader dari Balikpapan yang Harumkan Nama Daerah di Tingkat Nasional

Smartrt.news, BALIKPAPAN,- Pagi itu Selasa 8 Juli 2025 di Plenary Hall Covention Center Samarinda tempat perayaan Hari Kesatuan Gerak (HKG) ke-53 PKK ramai dengan tepuk tangan. Di antara deretan perempuan berbaju seragam PKK, satu sosok tampak menunduk haru. Matanya berkaca-kaca saat namanya dipanggil untuk menerima penghargaan Adhi Bhakti Utama sebuah penghargaan bergengsi dari Tim Penggerak PKK Pusat yang diberikan kepada kader-kader pilihan dari seluruh Indonesia.
Namanya Aidawati. Ia melangkah pelan menuju panggung, dijabat tangan oleh Istri Wakil Presiden RI, Selvi Ananda Gibran, dan didampingi Ny. Tri Tito Karnavian, Ketua Umum TP PKK Pusat. Hari itu, Aidawati tak hanya menerima piagam, tapi juga pengakuan atas pengabdian panjangnya selama lebih dari 40 tahun sebagai kader PKK di Balikpapan.
Awal dari Karang Jati
Semua berawal pada awal tahun 1980-an. Saat itu Aidawati masih tinggal di Kelurahan Karang Jati, sebuah wilayah kecil yang perlahan mengalami pemekaran hingga menjadi Gunung Sari Ulu, lalu Mekarsari, tempat ia tinggal dan mengabdi hingga kini.
Ia tidak pernah membayangkan, bergabung dengan PKK kala itu akan menjadi jalan pengabdian yang panjang bukan sekadar ikut rapat atau kegiatan warga. Ia menyebut masa-masa awal itu sebagai masa belajar penuh tantangan. Tak banyak yang tahu apa itu program PKK, apalagi menerima penyuluhan tentang KB, kesehatan ibu-anak, atau posyandu. Aidawati dan kader lainnya harus mengetuk pintu rumah satu per satu, menjelaskan, mengajak, kadang bahkan ditolak. Tapi ia tak mundur.
“Kami turun langsung. Bukan hanya bicara, tapi memberi contoh,” kenangnya.
Bukan Sekadar Rutin, Tapi Pengabdian
Selama puluhan tahun, Aidawati terus aktif. Ia menjadi salah satu motor kegiatan PKK di tingkat kelurahan. Mengorganisir lomba-lomba, mendampingi ibu-ibu muda, membimbing kader baru, hingga memastikan 10 program pokok PKK berjalan. Baginya, PKK bukan hanya soal rapat atau seragam. Tapi tentang pengabdian tulus kepada masyarakat, dan keyakinan bahwa perubahan bisa dimulai dari keluarga.
“Kalau belum bisa bantu dengan dana, bantu dengan ilmu. Itu prinsip saya. Ilmu bisa mengubah banyak hal,” ujarnya.
Ketulusan yang Akhirnya Diakui
Aidawati tak pernah mengejar penghargaan. Ia hanya ingin melihat masyarakatnya lebih baik, dan kader-kader muda yang ia bimbing bisa berprestasi.
Namun di usia pengabdiannya yang ke-40 tahun lebih, langkah Aidawati tak luput dari perhatian. Kelurahan, kecamatan, hingga tingkat kota merekomendasikan namanya untuk diusulkan menerima Adhi Bhakti Utama, penghargaan nasional yang hanya diberikan pada kader-kader pilihan.
“Saya sendiri tidak menyangka. Saya hanya satu dari ribuan kader di Balikpapan. Tapi saya bersyukur, dan ini menjadi semangat baru untuk saya tetap berjalan,” ucapnya sambil tersenyum.
Inspirasi untuk Kader Muda
Aidawati kini menjadi sosok yang dihormati di lingkungannya. Tapi ia tak ingin berhenti di titik ini. Ia ingin terus berbagi, membimbing, dan menyemangati kader-kader muda agar tidak menyerah pada tantangan zaman.
“Jangan cepat puas. Jangan tunggu diperintah. Kader itu ujung tombak. Kalau kita diam, masyarakat juga diam,” katanya mantap.
Baginya, penghargaan itu bukan akhir, tapi awal dari tanggung jawab baru: menginspirasi lebih banyak perempuan untuk percaya bahwa mereka bisa jadi agen perubahan.
Untuk Balikpapan, Untuk Indonesia
Nama Aidawati kini tercatat di daftar penerima Adhi Bhakti Utama. Tapi bagi warga Mekarsari dan Balikpapan, ia lebih dari sekadar nama dalam piagam. Ia adalah teladan. Seorang perempuan yang memilih setia mengabdi, meski dalam diam. Yang terus melangkah, meski tak selalu dilihat. Yang kini, setelah puluhan tahun, akhirnya diakui oleh bangsa.
“Saya bangga, bukan karena piagamnya. Tapi karena ini bukti bahwa kerja di balik layar pun bisa dihargai. Semoga kader-kader PKK di mana pun terus semangat,” tutupnya dengan suara lembut.***
(Tim Smartrt.news/anang/rama/sumber: Dekranas)
BACA JUGA